Selasa, 08 Desember 2015
Senin, 09 Maret 2015
Duhai lelaki sholeh.....
Aku hanya wanita akhir zaman. Amat banyak hilaf dan aib yang ku tanam dimasa silam. Sempat ku cintai atau bahkan, menjadi pacar lelaki lain. Sudikah kau terima kelamnya masa laluku?, kemudian maukah kau mengajariku bertaubat, mengajariku menjadi lebih baik?
Duhai lelaki sholeh....
Aku hanya wanita akhir zaman. Tak secantik Zulaikha, tak sekaya Khadijah, tak secerdas Aisyah, dan tak sesuci Maryam. Namun, maukah kau menuntunku dengan jemari taqwa?, agar bisa berjumpa dengan beliau-beliau di surga kelak?
Duhai lelaki sholeh...
Aku hanya wanita akhir zaman. Mungkin kau akan tertawa kecil, saat kau tahu bacaan Quranku masih belepotan, atau sholatku masih salah. Tapi, tapi aku ingin belajar, maka maukah kau mengajariku agar mengenal Tuhanku secara benar?
Duhai lelaki sholeh......
Aku hanya wanita akhir zaman. Kadang lebay, kadang kecentilan, kadang alay, kadang suka ghibah, ngefans berlebihan dengan artis ganteng. Aku malu sebenarnya mengingat itu, tapi maukah kau menegurku saat salah?, lalu menunjukan arah yang benar sesuai titah Ilahi?
Duhai lelaki sholeh.....
Aku hanya wanita akhir zaman. Ku tahu, kau tak mungkin mau meminangku. Sebab aku bukan levelmu, aku hanya wanita biasa yang kering akan percikan iman.
Namun duhai lelaki sholeh....
Aku akan ikhtiar memantasan diri. Dengan hijab syar'i, pandai menundukan pandangan, berkumpul di majlis ilmu, dan senatiasa mempercantik hati.
Duhai lelaki sholeh....
Jika kau melihat secuil saja perubahan dariku, menjadi lebih baik.
Maukah, maukah kau meminangku?
Shohibukum Fillah, @aby_izzuddin

Jodohku, Afwan Jika Kau Lelah Menanti

Kau, sebuah nama yang tertulis untukku di Lauh Mahfuzh. Afwan, jika sampai detik ini aku belum jua datang untuk menggenapkan hati kita dalam ikatan suci.
Kau, segalanya mungkin kau sudah siap. Tapi... akunya yang belum siap, kau tahu aku seorang lelaki kan?, yah... ada banyak hal yang harus kusiapkan agar pernikahan yang di gelar dapat menjadi sejarah cantik, semuanya harus matang baik dari segi ruhaniyah, 'ilmiyah, jasadiyah, maaliyah, dan jama'iyah. Entah, aku merasa belum matang dalam hal itu semua, walau aku tahu bahwa pernikahan memang untuk belajar. Ya Allah, jauhkan hamba dari godaan setan. Sebab mungkin, menunda-nunda ini adalah jebakan setan jua.
Duhai kau jodohku, Afwan jika karenaku kalu resah dan lelah dalam terik penantian. Ku mohon bersabarlah, jangan membuatku cemburu di suatu saat nanti, saat kekosongan hatimu kini diisi dengan lelaki lain. Aku pasti cemburu, tapi bukan hanya aku yang cemburu duhai, Allah juga akan cemburu karenanya. Maka ku mohon bersabarlah, jaga baik-baik izzah-mu, rawat baik-baik iffah-mu.
Duhai kau yang kelak jadi ibu dari putra-putriku. Di kesendirianmu ini, isilah dengan berbakti pada orang tuamu, agar kelak anak-anak kita juga berbakti pada kita. Dan kau, isilah kesendirianmu dengan sibuk mencari 'ilmu, sebab di tanganmulah akan lahir generasi-generasi Rabbani. Kau tahu sendiri kan?, pernikahan kita kelak bukan sekedar mengusir kesendirian. Lebih dari itu, kita akan lahirkan prajurit-prajurit Ilahi untuk menebarkan agamaNya.
Duhai kau, jangan marah yah. Jika sampai sekarang aku belum berani temui ayahmu, sekali lagi ada banyak pertimbangan yang sedang berdebat dalam batinku. Kau tak perlu tahu, nanti ku ceritakan di malam pengantin okey he he.
Intinya duhai jodohku. Tetaplah kau berjalan di jalan cinta perindu surga. Di jalan Allah. Aku, juga sedang ikhtiar di jalan ini. Tahukah kau duhai jodohku?, jika jalan kita sama, insya Allah kita akan berjumpa di satu titik. Dalam dekapan cinta-Nya.
Afwan yah jika lama menanti, tunggu aku dirumahmu. Dan, ku harap ada Allah dihatimu. Sepenuh cinta.

Bukannya Tugasmu Adalah Ibadah?

Resah menanti? Wajar... tapi kalau harus meratapi hingga membuang waktu? Ah, bukannya tugasmu adalah ibadah? Jadi nikmati saja penantian ini dengan pemantasan diri dihadapan-Nya. Toh, namamu sudah disandingkan dengan seseorang di Lauh Mahfuzh. Cuma, mau dinanti dengan ratapan atau gerak kebaikan itu sih pilihan. Tapi, tugas kita adalah ibadah, bukan?
Cemburu? Lihat mereka yang berpacaran? Lha moso sich harus cemburu pada kemaksiatan? Bukannya ada yang lebih layak dicemburuin? Itu lho, mereka yang gejolak syahwat menggodai, tapi keukeuh dalam pendiriannya... "Tak ada cinta sebelum pernikahan"
Hey, nikmati saja hari-hari ini dengan ibadah, kita memang ditugaskan untuk itu bukan?.
Yuk ah buang jauh-jauh galau dan ratapan semu.
Kita ini manusia dan... "Tidaklah aku," kata Allah, "menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku"
Shohibukum Fillah, @aby_izzuddin

Tak Ada Cinta Sejati Sebelum Pernikahan

Aku melihat wajah itu murung, betapa berat senyuman di wajahnya menukil, di pipinya terus mengurai rintik-rintik air mata, ditemani dengan suara seguk-seguk yang keluar dari bibir lusuhnya.
Dia, adalah seorang yang dulunya berjumpa dengan sesosok insan yang menjadi labuhan segala keluh kesah. Perhatian, rayuan, sapaan, sentuhan, bahkan pelukan sang insan itu menjadi bayang kenangan yang tak bisa ditepis olehnya.
Insan itu, kini hanyalah kekasih yang berubah nama menjadi 'mantan'. Alangkah nestapa memang, saat sang mantan itu kini terbahak ceria bersama kekasih barunya. Lebih nestapa, ternyata kekasih barunya lebih baik dari dirinya. Aduhai lebih lebih nestapa lagi, ia melihat kebahagiaan sang mantan dengan mata yang berkaca, merintik bersama kenangan.
Duhai kau, ijinkan aku mengucapkan belasungkawa atas kegalauanmu itu. Ah, sudah ada dalam Al Quran perihal terlarangnya pacaran, sudah tertulis dalam hadist tentang haramnya khalwat, sudah terdengar ribuan nasihat tentang bahayanya virus cinta semu.
Tapi kau, duh!, tetap saja bermain di atas perasaan tanpa logika, tanpa iman.
Maka bagaimanakah aku mengasihanimu?
Sudah yah! Jangan lagi menangis, semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga bagimu. Sungguh, tak ada cinta sejati sebelum pernikahan.

Perawan Tua


Kisah dari kejadian nyata, dikutip dari tulisan Ustadz Zulfi Akmal
****
Aku sudah lulus dari kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus.
Lamaran kepada diriku untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun yang bisa membuatku tertarik.
Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.
Ketika itulah aku baru menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah.
Pada suatu hari datang seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua dariku 2 tahun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku ikhlas menerima dirinya apa adanya.
Kami mulai menghitung rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo copy KTP untuk pengurusan surat-surat pernikahan. Aku segera menyerahkan itu kepadanya.
Setelah berlalu dua hari ibunya menghubungiku melalui telepon. Beliau memintaku untuk bertemu secepat mungkin.
Aku segera menemuinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan photo copyan KTPku. Dia bertanya kepadaku apakah tanggal lahirku yang ada di KTP itu benar?
Aku menjawab: Benar.
Lalu ia berkata: Jadi umurmu sudah mendekati usia 40 tahun?!
Aku menjawab: Usiaku sekarang tepatnya 34 tahun.
Ibunya berkata lagi: Iya, sama saja. Usiamu sudah lewat 30 tahun. Itu artinya kesempatanmu untuk memiliki anak sudah semakin tipis. Sementara aku ingin sekali menimang cucu.
Dia tidak mau diam sampai ia mengakhiri proses pinangan antara diriku dengan anaknya.
Masa-masa sulit itu berlalu sampai 6 bulan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi melaksanakan ibadah umrah bersama ayahku, supaya aku bisa menyiram kesedihan dan kekecewaanku di Baitullah.
Akupun pergi ke Mekah. Aku duduk menangis, berlutut di depan Ka'bah. Aku memohon kepada Allah supaya diberi jalan terbaik.
Setelah selesai shalat, aku melihat seorang perempuan membaca al Qur'an dengan suara yang sangat merdu. Aku mendengarnya lagi mengulang-ulang ayat:
( ﻭﻛﺎﻥ ﻓﻀﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻚ ﻋﻈﻴﻤﺎ )
"Dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar". (An Nisa': 113)
Air mataku menetes dengan derasnya mendengar lantunan ayat itu.
Tiba-tiba perempuan itu merangkulku ke pangkuannya. Dan ia mulai mengulang-ulang firman Allah:
( ﻭﻟﺴﻮﻑ ﻳﻌﻄﻴﻚ ﺭﺑﻚ ﻓﺘﺮﺿﻲ )
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas". (Adh Dhuha: 5)
Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.
Setelah seluruh ritual umrah selesai, aku kembali ke Cairo. Di pesawat aku duduk di sebelah kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk seorang pemuda.
Sesampainya pesawat di bandara, akupun turun. Di ruang tunggu aku bertemu suami salah seorang temanku.
Kami bertanya kepadanya, dalam rangka apa ia datang ke bandara? Dia menjawab bahwa ia lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali dengan pesawat yang sama dengan yang aku tompangi.
Hanya beberapa saat, tiba-tiba temannya itu datang. Ternyata ia adalah pemuda yang duduk di kursi sebelah kanan ayahku tadi.
Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku.....
Baru saja aku sampai di rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat, temanku yang suaminya tadi aku temui di bandara menelphonku. Langsung saja ia mengatakan bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat denganku sangat tertarik kepada diriku. Dia ingin bertemu denganku di rumah temanku tersebut malam itu juga. Alasannya, kebaikan itu perlu disegerakan.
Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku bayangkan ini.
Lalu aku meminta pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku itu. Beliau menyemangatiku untuk mendatanginya. Boleh jadi dengan cara itu Allah memberiku jalan keluar.
Akhirnya.....aku pun datang berkunjung ke rumah temanku itu.
Hanya beberapa hari setelah itu pemuda tadi sudah datang melamarku secara resmi. Dan hanya satu bulan setengah setelah pertemuan itu kami betul-betul sudah menjadi pasangan suami-istri. Jantungku betul-betul mendenyutkan harapan kebahagiaan.
Kehidupanku berkeluarga dimulai dengan keoptimisan dan kebahagiaan. Aku mendapatkan seorang suami yang betul-betul sesuai dengan harapanku. Dia seorang yang sangat baik, penuh cinta, lembut, dermawan, punya akhlak yang subhanallah, ditambah lagi keluarganya yang sangat baik dan terhormat.
Namun sudah beberapa bulan berlalu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku. Perasaanku mulai diliputi kecemasan. Apalagi usiaku waktu itu sudah memasuki 36 tahun.
Aku minta kepada suamiku untuk membawaku memeriksakan diri kepada dokter ahli kandungan. Aku khawatir kalau-kalau aku tidak bisa hamil.
Kami pergi untuk periksa ke seorang dokter yang sudah terkenal dan berpengalaman. Dia minta kepadaku untuk cek darah.
Ketika kami menerima hasil cek darah, ia berkata bahwa tidak ada perlunya aku melanjutkan pemeriksaan berikitnya, karena hasilnya sudah jelas. Langsung saja ia mengucapkan "Selamat, anda hamil!"
Hari-hari kehamilanku pun berlalu dengan selamat, sekalipun aku mengalami kesusahan yang lebih dari orang biasanya. Barangkali karena aku hamil di usia yang sudah agak berumur.
Sepanjang kehamilanku, aku tidak punya keinginan mengetahui jenis kelamin anak yang aku kandung. Karena apapun yang dikaruniakan Allah kepadaku semua adalah nikmat dan karunia-Nya.
Setiap kali aku mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar, dokter itu menjawab: Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.
Selanjutnya datanglah hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan.
Proses persalinan secara caesar berjalan dengan lancar. Setelah aku sadar, dokter masuk ke kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya sambil bertanya tentang jenis kelamin anak yang aku harapkan.
Aku menjawab bahwa aku hanya mendambakan karunia Allah. Tidak penting bagiku jenis kelaminnya.
Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan beribu syukur.
Aku dikagetkan dengan pernyataannya: "Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan Fatimah sekaligus?
Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan. Dengan penuh penasaran aku bertanya apa yang ia maksudkan?
Lalu ia menjawab sambil menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris bahwa Allah telah mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.
Sebenarnya dokter itu tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia tidak ingin menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas menjalani masa-masa kehamilanku.
Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:
( ﻭﻟﺴﻮﻑ ﻳﻌﻄﻴﻚ ﺭﺑﻚ ﻓﺘﺮﺿﻰ )
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas". (Adh Dhuha: 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
( ﻭَﺍﺻْﺒِﺮْ ﻟِﺤُﻜْﻢِ ﺭَﺑِّﻚَ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﺑِﺄَﻋْﻴُﻨِﻨَﺎ )
"Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami..." (Ath Thur: 48)
Bacalah ayat ini penuh tadabbur dan penghayatan, terus berdoalah dengan hati penuh yakin bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah menelantarkanmu.

Wanita yang 'Nembak' Duluan

Afwan sebelumnya, saya tidak bermaksud sombong, atau mempublikasikan hal yang sifatnya pribadi. Tapi saya kira, ini bisa bermanfaat.
Ada, seorang akhwat yang nembak duluan pada saya, melalui adik saya. Akhwat itu, inginkan saya melamar dia.
Awalnya, saya merasa ilfiel, agak sedikit merendahkan. Kok! Bisa-bisanya seorang wanita 'nembak' duluan sama ikhwan. Apatah ia tidak punya rasa malu?
Kemudian, saya tanyakan perihal ini pada ummi. Astagfirullahal 'adhiim. Maafkan saudariku, saya begitu bodoh dan jahatnya berfikiran seperti itu.
"Putraku", kata ummi, "Setiap jalan menuju pernikahan dimuliakan oleh Allah. Islam memberi penghormatan yang suci kepada ia yang bermujahadah (berjuang) untuk menyempurnakan iman."
"Sikap menawarkan diri, dari seorang wanita", lanjut ummi, "Menunjukan ketinggian akhlaq dan kesungguhan untuk mensucikan diri. Ingat, menawarkan untuk menikahi. Memacari? tentu, beda lagi urusannya."
"Putraku", masih kata ummi, "Jika sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan santun. Tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat."
"Seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan mendalam", ummi mengakhiri nasihatnya, "Pasti akan meninggikan penghormatan terhadap mujahadah (perjuangan) saudarinya itu."
Sekali lagi, maafkan saudariku, atas pemikiran saya tadi.
Sebenarnya saya lupa. Bukankah Khadijah juga menawarkan diri duluan pada Rasulullah?
Juga, Imam Bukhari menceritakan, dari Anas r.a. Ada seorang wanita yang datang menawarkan diri kepada Rasulullah Saw. Dan berkata, "Ya Rasulallah! Apakah baginda membutuhkan daku?."
Putri Anas yang hadir dan mendengar perkataan wanita itu mencela sebagai wanita yang tidak punya harga diri dan rasa malu.
"Alangkah sedikit rasa malunya", kata putri Anas itu, "Sungguh memalukan, sungguh memalukan."
Lalu Anas berkata pada putrinya itu, "Dia lebih baik darimu. Dia senang kepada Rasulullah Saw. Lalu menawarkan dirinya untuk beliau." (H.r. Bukhari)
Allaahu Akbar! Teriring rasa kagum saya untuk seorang akhwat yang dulu menawarkan diri pada saya. Sedikit rasa menyesal dulu saya acuhkan, tapi ya sudahlah! Anti sudah menerima pinangan seorang ikhwan yang baik, meski bukan saya.
Mungkin ini isyarat, saya bukan yang terbaik untuk akhwat sehebat Anti.
Insya Allah, semoga Anti menjadi keluaga barakah.
Allahu a'lam smile emotikon