Cinta atau Harta ?

Minggu, 08 Juni 2014
"Menikah itu butuh harta, emang mau dikasih makan apa kalo gak punya harta ?, dikasih cinta ?... Hah ?, makan tuh cinta !"

Ya ya yaa.. kata-kata diatas memang ada benarnya, tetapi bagi mereka yang tidak faham, bahwa sesungguhnya cintalah yang mendatangkan harta, bukan harta yang mendatangkan cinta.

Masih ingat kisah manohara yang menikah dengan pangeran klantan tengku Fakhri ?, bukankah harta sang pangeran begitu berlimpah ?, bukankah rumah mereka sebuah istana megah ?, Lalu apakah dengan kelimpahan dan kemegahan itu mereka mampu membentuk keluarga sakinah ? mampu merangkai pelaminan mawaddah ?, tidak bukan ?

Adalah ‘Ali ibn Abi Thalib memulai pernikahannya bukan dari harta, melainkan dimulai dari cinta: awalnya ia tak punya rumah, perabot, dan kebutuhan lainnya. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma.

Maka Ali dan Fatimah mampu menulis sejarah cinta terindah, yang ia bangun dari fondasi cinta, bukan tumpukan harta.

Tatapi maaf, status diatas tidak dimaksudkan agar para lelaki bemalas dalam bekerja, lalu bersibuk dalam bergombal ria. TIDAK !

Jika ada suami atau calon yang miskin, tetapi ada kemauan bekerja keras. Maka hakikatnya ia sedang menanam harta dari pupuk cinta. Tetapi jika ada suami atau calon yang berkata " I love you" namun pemalas, maka hakikatnya dia hanya sedang menggombalimu, bukan mencintaimu.

Kenapa ?, karena hakikat cinta adalah keinginan untuk memberi, merawat dan menumbuhkan, agar sang bunga tersenyum dalam rekah bahagia

0 komentar:

Posting Komentar