“Jika ini perintah-Nya, Dia takkan pernah menyiakan kami”,
itulah puisi cinta tehebat dari seorang Ibunda Hajar, ia ditinggal sang suami
tercinta Ibrahim diatas hamparan gurun dengan tusukan panas yang menyengat, dengan
goresan dingin yang menggigil dahsyat. Dipangkuannya ada seorok bayi bernama
Ismail, Digurun ujian itu, ketakutan menjadi getaran tak terhindarkan,
kekecawaan menjadi angin yang tak tertepiskan, kesedihan menjadi rintik yang tak
terkeringkan, dan api cemburu menjadi bara yang tak terpadamkan.
Namun Ibunda Hajar berbeda, ia kuat bagai karang yang tak
tergoyahkan hantaman ombak. Ia hebat bagai pasir yang tak lari saat diserbu badai. Kekuatan
dan kehebatan Ibunda Hajar terlahir dari rahim cinta, cinta kepada Allah Swt.
Kesabaran Hajar yang menyamudera dan keimanan Hajar yang
melangit. Tidak serta merta mendatangkan “Bim salabim”, tidak serta merta
menghadirkan keajaiban. Nikmat tidak datang semudah datangnya malam dikala
senja, tawa tidak hadir semudah hadirnya siang dikala subuh. Ia harus dicari, ia
harus dirabai, ia harus ditatapi, ia harus dikerjai. Yah, Hajar berlari 7 kali
antara Shafa dan Marwah, sang ibunda sedang mengajarkan bahwa hidup bukan
sekedar taqdir, tetapi hidup adalah jua
serindang ikhtiar .
Lalu buah dari akar keimanan yang menancap, lalu buah dari
batang kesabaran yang menjulang, dan lalu buah dari daun ikhtiar yang merindang,
akhirya Ibunda Hajar menemukan oase bahagia.
Air Zam-zam menjadi tegukan cinta dari Sang bunda untuk putranya Ismail, ketegaran
dan kehebatannya sebagai wanita teladan menjadikan kita berjumpa denga Sa’i,
berjumpa dengan Jumrah, dan berjumpa dengan “Kama Shallaita” disela tahiyat dalam
kamar shalat.
Masha Allah, kekuatan cinta menjadikan Ibunda Hajar
terkenang sejarah, kelak ia akan memadu kasih dengan suami sesoleh Ibrahim, kelak ia akan menghambur tawa dengan putra
setaat Ismail. Kelak ia akan bercerita mesra didepan ahli Jannah. Disyurga,
tempat kebahagiaan abadi
.
Duhai engkau wanita, yang semoga kehebatan Ibunda Hajar
mengembun dalam rekah daun nafasmu. Mengertilah bahwa engkau tercipta bukan
untuk menjadi makhluk lemah, memang kulitmu tak sekasar pria, memang wajahmu
tak segarang lelaki. Namun bukan berarti engkau berlutut pasrah dibawah kaki
kehidupan, engkau adalah partner para lelaki, maka saling berdampinglah untuk
melukis senyuman dikanvas kehidupan.
“Sesungguhnya wanita adalah belahan tak terpisahkan (yang
setara) dari kaum pria” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ad Darini, Ibn Majah).
Hadis diatas menggambarkan bahwa wanita memang selaras
sedamping dengan kaum pria, sejajar serbaris dengan kaum lelaki. Tetapi selaras
tidak harus sama, semua punya hak dan kewajiban yang berbeda. Itulah fitrah,
penciptakan dua makhluk yang berbeda untuk menyatu berdampingan agar kenyamanan
terpikat, agar senyuman terikat.
Dalam konsep islam, sebagaimana termuat dalam barisan ayat
Al-Quran bahwa memperlakukan baik individu wanita maupun individu laki-laki
adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah dan makhuk. Maka seseorang
akan dikatakan tinggi derajat atau rendah derajat tergantung dari pupuk ketaqwaan
yang ia siramkan diatas kebun hidupnya.
Tetapi sekali lagi, Wanita dan Laki-laki memang sama dalam
pandangan Allah namun memiliki perbedaan dalam hak dan kewajibannya, ini
merupakan bentuk keadilan Allah. Jika Hak dan kewajibannya antara wanita dan laki-laki
sama maka akan terjadi kehancuran. Lihatlah hari-harimu, Allah tidak melulu
menciptkan siang bukan ?, pasti Allah dampingi dengan malam. Itulah yang
dimaksud keselarasan.
Namun disebaris goresan ini sesungguhnya hanya ingin agar
wanita menengok Ibunda Hajar dalam menata dan meniti kehidupan, sebagai wanita
ia tidak diam berpangku tangan, tidak malas bertopang dagu. Ia bekerja mencari
syurga, ia bekerja menjemput bahagia.
Pekerjaan seorang wanita sama sulitnya dengan pekerjaan
seorang laki-laki, bahkan mungkin lebih sulit. Wanita harus menjadi istri yang
melejitkan potensi suaminya, wanita harus menjadi ibu yang memadrasahi anak-anaknya.
Maka jika ditanya siapakah wanita paling sukses pekerjaannya ?, siapakah wanita
paling hebat karirnya ?, dan siapakah wanita paling berprestai dalam hidupnya
?. tak ada jawaban lain selain wanita yang berprofesi sebagai IBU RUMAH TANGGA.
Itulah pekerjaan paling mulia sekaligus terhormat bagi seorang wanita.
Adapun Islam tidak mengekang wanita, ia boleh bekerja asal
terestui suami, ia boleh berkarir asal tetap menjadi istri dan ibu yang setiap
kewajibannya tertunaikan dengan baik.
Jadilah wanita sehebat Ibunda Hajar.
0 komentar:
Posting Komentar