Sepandang mata, sedengar telinga, seraba tangan, satapak kaki,
serasa asa. Setakjub wanita-wanita yang kehadirannya mensejukan, sapaannya
menghangatkan, mereka tertulis dalam bait sejarah sebagai wanita teladan penuntun
langkah.
Adalah Ibunda Asiyah yang keteguhannya merawat iman bagai segumpal
karang yang tiada segeserpun terseret amukan ombak. Walau kekasih serumah
sekamar bernma Fir’aun menjadi ujian
pertama perjalanan hidupnya, ia tetap kepalkan keistiqomahkan dengan kepalan
amat kuat, hingga bidadaripun cemburu atas kecantikan akhlaknya.
Atau Ibunda Hajar yang dengan kekuatan cintnya ia ia mengais ketaatan
dari hampar bumi lalu tersampai menuju langit, keringatnya mepertemukan kita
dengan segenang zam-zam, keletihannya menjumpai kita dengan taman shafa dan
marwah, keikhtiarannya mensejati yang lahirkan
bahagia dari rahim cinta.
Atau Ibunda Maryam yang namanya terabadikan dalam kitab cinta
Al-Quran, gaun kesuciaanya terjaga, sutra kehormatannya terawat. Meski dentuman
caci maki menghantam, tetapi kekeuatan imannya mentepok jidatkan setiap ucap
keji yang terlontar kewajah sang bunda, kesuciannya tersimpan dalam pesona
keteladan.
Selanjutnya wanita bernama Siti Khodijah menjadi teladan sepanjang
masa, ia benarkan agama islam sebagai risalah kebenaran, ia dan rosulullah
sedayung seperahu mewangikan agama rahmatan lil’alamin itu, kesetiaannya
menggandeng rosulullah membuat sepohon cinta kokoh hingga menancap kejantung
hati sang Nabi.
Kemudian wanita paling cerdas ‘Aisyah. Diusianya yang belum genap 18 tahun ia sanggup
melahap ilmu tafsir, meneguk ilmu sejarah, memahami faraidh, riwayatkan 4000-an
hadits, & ribuan bait syair tersimpan diotaknya, beliu berparas cantik,
seloncat lincah, segunung cemburu, dan pernah terjadi drama iri fitnah yang mensinggahi
rumah tangganya bersama Nabi. Tetapi keteladannya tetap mewangi, tetap
mengharum. Sepanjang nafas, Sepanjang detak.
Kemudian sang penebar teladan selanjutnya
adalah Fatimah, kehebatannya membungkam kebebalan tawa kaum Quraisy, “Ayahku Al Amin, akhlaqnya mulia, & tak
sekalipun dia pernah rugikan kalian..”, lantang kemarahan sang anak saat ayahnya
Nabi Muhammad dilempar kotoran unta, ia mengais sang ayah dengan tangis kasih,
ia tuntun sembari membalut luka demi luka yang membesit disekulit sang Ayah, ia
bagai putri raja yang gagah berani namun tetap sederhana. Ehm.. ehm, ia pun
pandai “mencintai dalam diam”, hingga kisahnya terpampang abadi diatas dinding
kehidupan .
Itu adalah mereka wanita-wanita
teladan yang terlahir zaman terdahulu, namun tetap auranya mewangi selalu, tak
lekang dimakan waktu, tak hilang dicuri masa.
Dimasa kini, saya tuliskan nama Oki
Setiana Dewi sebagai peneladan bagi kaum hawa, bukan maksud memuji belebih
memuja bekali. Ini hanya dimaksudkan agar teladannya yang bersayap kebaikan, yang
melalu seni ia kepakkan keanggunan islam, pesona akhlaknya layak dijadikan buku
yang terbaca oleh mata dan hati setiap wanita kala ini.
0 komentar:
Posting Komentar