Tangis Wanita Sebelum Islam

Rabu, 25 Juni 2014



            Duhai engkau wanita yang terlahir setelah islam, berbahagialah engkau dilahirkan saat oase keadilan mengusir dahagamu. karena bagaikan serintik hujan, sepercik air, islam telah mensemikan wanita yang kala sebelumnya terluntang lantung digurun derita, ia tersengat panasnya siksaan yang tak ada satupun peneduh memeluknya, ia tertusuk dinginnya direndahkan . Wanita sebelum islam menangis dalam duka yang sungguh akan keluar air mata kesedihan saat pilunya terceritakan.

            Coba perhatikan bagaimana peradaban Yunani mengasuh wanita dalam timbang belai ketidak adilan, saat itu kaum wanita dianggap sebagai makhluk kedua, kehormatannya terinjak-injak kaki bertapak birahi, kemuliaannya tercabik-cabik tangan berkepal nafsu hakiki.

 Wanita pada zaman itu dianggap tiada berguna, tugasnya hanya mengurus rumah dan mensuburkan keturunan. Jika wanita itu subur agar “dipinjam” lelaki secara bergonta-ganti demi memperbanyak keturunan. Wanita kala itu hanya dijadikan budak seks dan pembantu setia kaum laki-laki. Sungguh malang bukan ?, maka duhai engkau wanita masa kini, Selayaknya engkau tersenyum haru karena terselamtakan islam dari pasung ketidak adilan.

            Coba perhatikan lagi tangis wanita yang terlahir di zaman Romawi, ia diperlakukan sebagai barang dagangan. Ayahnya, suaminya, dan atau anaknya berhak menjual wanita, ia sama sejajar dengan hewan, ia sama sebaris dengan benda. Kala itu wanita dianggap sebagai air yang menghilangkan dahaga syahwat kaum laki-laki,  kebetinaannya menjadi seserak sampah yang siapapun dapat memungutnya dengan tangan-tangan nafsu.

            Tak berhenti disana, pukulan-pukulan ketidak adilan membabak belurkan kemuliaan kaum wanita saat itu, ia tak boleh tertawa ceria, pekerjaan terbaiknya hanya diam tertunduk. Melayani raja-raja bernama laki-laki yang tinggal diistana birahi. Bahkan tertulis dalam undang-undang yang dikeluarkan oleh anggota Dewan Tribunal Romawi yang mengharamkan wanita memiliki lebih emas, dan memakai baju berwarna warni serta menaiki kereta hingga sejauh satu batu dari Roma, kecuali perayaan-perayaan umum yang tertentu. 

            Bahkan jika wanita ditinggal mati suaminya, sang wanita harus “menyusul” mencari kematian, ia loncat dari tebing tertinggi, atau membakar raga bersama suaminya yang sudah terbaring tanpa nafas. Sungguh hati ini miris membaca kemalangan wanita pada zaman itu. Maka duhai engkau wanita yang terlahir dimusim yang disemikan islam, hendaknya engkau bersujud syukur, engkau dengan bebas dapat tertawa dalam gelak bahagia. Sungguh islam hadir sebagai selimut yang menghangatkan dinginnya ketidak adilan.

            Selanjutnya coba kita tengok gubuk derita kaum wanita yang tinggal dizaman Jahiliyah Arab, kekejaman yang menjambak kaum wanita kala itu tertuliskan dalam Al-Quran
.
 “Dan apabila seseorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah.  Surah An Nahl : Ayat 58

“Ia menyembunyikan dirinya dari orang ramai disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan atakah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup), ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”  Surah An Nahl : Ayat 59

Begitulah zaman Jahiliyah Arab yang menjadikan wanita sebagai makhluk menjijikan, bayi yang terlahir namun jenisnya wanita harus terkubur hidup-hidup, kebejatan yang dilakukan itu hanya demi semurah harga diri. Mereka menganggap aib memalukan jika terlahir makhluk bernama wanita.

Selain kisah penguburan anak-anak wanita kala itu, sang putri hawa yang seharusnya terteduhkan rindang cinta dan kebaikan, malah dijadikan hamba seks, ia layak dan harus melakukan apa saja diatas perintah kaum laki-laki, ia tidak memiliki secuil pun hak-hak kemanusiaannya, bahkan hak untuk tersenyum sekalipun.

Sungguh air mata ini selalu meminta tuk menetes jika membaca sejarah zaman Jahilyah Arab yang menjadikan wanita sebagai manusia terhina.

Maka duhai engkau wanita yang terlahir setelah terbitnya islam, hendaknya mengucap “Alhmdulillah” atas sinarnya yang telah mengusir gelap kebodohan dan gempita ketidak adilan. Islamlah yang menciptkan senyuman untuk kaum wanita. Sepeuhnya, seutuhnya.  

0 komentar:

Posting Komentar