Bukan Ayat Ayat Cinta 3

Minggu, 18 Mei 2014



Fauzi pun beranjak  pergi, lalu diperjalanan ia melintasi sebuah mesjid dikomplek itu, “Mang tukang Nasgoooor”, teriak seorang wanita dengan gamis lebar, kerudung yang menjulur, dan Al-Quran dipelukannya. Yah.. dia Zaskia yang baru selesai mengisi ceramah.

“Non Zaskia ?” ucap Fauzi secara spontan. “Apa Mang.. Kok Amang tahu nama saya ?”, tanya Zaskia dengan rekahan senyumnya yang santun. Dengan sedikit tersenyum Fauzi berucap,  “Ohh.. tadi itu kata pembantu mbak...”, dengan agak malu malu Zaskia berkata, “O iya lupa, Eh.. Salam dariku udah dijawab ?”, “Iya, Waalaikmsalam “, singkat sekali sang Fauzi menjawab pertanyaan dari wanita secantik dan secerdas Zaskia.

“O iya, kelihatannya Amang muda banget, udah lama berdagang dikomplek ini ?”, tanya Zaskia, “Lumayan Non, hampir tiga tahun“, Fauzi menjawab dengan ciri khasnya, tersenyum kecil. “O yah, boleh aku panggil kamu akhi ?, kalau panggil Amang agak gimanaaaa gitu”, tanya Zaskia. “Terserah !”, Fauzi menjawab dengan begitu singkat. Lalu izin pamit,“Non Saya harus berangkat dulu yah, Assalamualkum..”, dengan pandangan penuh kesan Zaskia menjawab, “Iya silahkan... Waalaikmsalam Akhi”

Zaskia melangkah pulang menuju rumahnya, langkah demi langkahnya tidak biasa, ia menggenggam erat Al-Quran yang mendekap di dadanya, senyumannya sehelai demi sehelai mulai terajut... “Astaghfirullah... kenapa si tukang nasgor itu ada dipikiranku ?” , gumam Zaskia dalam hatinya.

Zaskia adalah wanita yang begitu taat, ia tak mau perasaannya mengotori kesucian izzahnya. Ia pun menceritakan sang tukang Nasgor itu kepada Ayahnya, Kiayi Syamsudin. “Aduh Neeeng neng, ternyata lulusan Al-Azhar bisa jatuh cinta juga yah ?”, canda Ayahnya. “Baiklah, siapapun dia, Abah akan memintanya untuk menikah denganmu”, kata Ayahnya. Zaskia pun berkata,“Tapi dia tukang nasgor Abah, dan Zaskia belum mengenalnya”, “Hehe.. tak kenal maka ta’aruf”. Canda Ayahnya. “Ihh Abaaah... “, jawab Zaskia dengan agak malu-malu.

Lalu didalam sebuah mesjid, Fauzi menghamparkan sajadah, ia rapikan kopiah dikepalanya. Sepertiga malam, itulah waktu terfavorit bagi Fauzi, dimana segala lara ia adukan kepada Allah dengan doa, segala hilap ia akui kepada-Nya dengan Istihgfar, segala nikmat ia haturkan terima kasih kepada-Nya dengan hamdallah, dan segala curahan hati ia bisikkan pada-Nya dengan zikir. Sama seperti halnya Zaskia, Fauzi pun merasakan ada sebuah getaran yang berbeda, maka ditemani derai air mata fauzi mengadukan perasaan hatinya pada Allah.

“Ya Allah, engkau yang telah menciptkan raga ini, dan hamba yakin engkau pula yang menciptakan perasaan ini. Lukisan wajah wanita itu kini selalu menghiasai dinding hatiku. Ia terpandang indah hingga mata hatiku tak sanggup berkedip”

“Ya robb, Engkau maha tahu, Hamba begitu takut, sangat takut. ketakutan ini bukan karena takut rasa ini tertolak, namun hamba takut jika rasa ini menjadi lumpur dosa yang menghitamkan taman hatiku yang memang kerdil akan iman, jika memang perasaan ini adalah sebuah dosa, sungguh lebih baik mata ini buta, daripada pandangannya menelusuk menuju parasnya yang sungguh membuat hati ini luluh tak berdaya, membuat hati ini lumpuh tiada kuasa. Ya robb, Ampuni Hamba, Ampuni hamba jika memang perasaan ini benar benar selumpur dosa”
 

“Ya robb, Engkau yang kuasa menyatukan Adam dan hawa, engkau yang kuasa menyatukan Muhammad dan Khodijah, engkau yang kuasa menyatukan Ali dan Fatimah, maka sungguh Engkau jua yang kuasa menyatukan hamba dengan wanita itu. Jika ia yang raganya jauh namun bayangnya begitu dekat dihati ini adalah jodohku, segerakanlah Engkau satukan kami dengan cara-Mu, namun jika memang dia bukan jodohku, maka hapuslah rasa ini, seperti terhapusnya senja oleh malam, seperti terhapusnya embun oleh mentari, seperti terhapusnya gelap oleh cahaya.”
 
“Ya robb, semoga perasaan cinta ini yang terbit dari ufuk pandangan sekejap mata bukanlah sebuah dosa, namun jika ini adalah sebuah dosa, maka sekali lagi... Ampuni hamba ya Allah, Ampni Hamba”

Untaian doa terangkai bersama butiran air mata, hembusan angin malam bagai selimut yang menghangatkan dinginnya hati seorang Hasbi, ia ungkapkan cinta pada Allah tuhannya.

Adzan subuh pun berkumandang, Fauzi yang masih duduk dekat mata yang memerah karena tersentuh air mata, ia dekapkan kedua telapak tangan pada wajahnya, suara adzan yang bergema bagai puisi yang menetramkan hatinya, ia pun bergegas solat berjamah bersama waraga.

Kiayi Syamsudin ayah Zaskia yang memperhatikanya dengan spontan menyuruh Fauzi menjadi imam. Begitu kagetnya Fauzi, bukan ia tidak bisa menjadi imam, tapi karena ia harus mengimami Kiayi terpandang seperti Kiayi Syamsudin.

“Maaf pak Kiayi, saya tidak bisa, Kiayi lebih pantas menjadi Imam.”, ucap Fauzi, lalu dengan sedikit bercanda pak Kiyai berkata,”Hehe.. saya mah udah biasa jadi imam, sekali kali anak muda laaaah”, Fauzi menoleh kekanan dan kekiri, dan memang ternyata dimasjid itu hanya dia seorang anak muda yang berjamaah,  lainnya kebanyakan orang yang sudah tua.

Dengan sedikit minder Fauzi pun menjadi imam, seorang pedagang Nasgor menjadi imam untuk warga dan Kiayai terpandang.

Setelah selesai solat subuh sang Kiayi bertanya, “Nama kamu siapa anak muda ?”, “Nama saya Fauzi pak Kiayi, Fauzi Choerul Anam”, jawab Fauzi dengan suara santun. “Kamu sudah siap nikah ?”, tanya sang Kiayi lagi.”Apa pak Kiayi ?, maksudnya ?”, jawab Fauzi dengan sedikit kebingungan. Sang Kiayi pun menjelaskan, “Gini nak, ada seorang Akhwat, ia sangat cantik dan masih muda, ia lulusan Al-Azhar Kairo, dengan penuh pengharapan ia ingin engkau meminangnya sebagi istri”, “Apa pak Kiayi, siapa ?, siapa akhawat itu ?”, ucap Fauzi dengan kaget. “Ya udah, sekarang kamu ikut saya kerumah, nanti kamu akan tahu siapa Akhwat itu” kata sang Kiayi. “Baik pak Kiayi”, Fauzi langsung menurut karena rasa hormat yang besar pada Kiayi Syamsudin.

Telapak kaki Fauzi sampai disebuah rumah, betapa kagetnya Fauzi, saat rumah itu adalah rumah Zaskia, yang ternyata ia baru sadar bahwa zaskia dalah putri Kiayi Syamsudin. Fauzi duduk dengan tenang mengadap Sang Kiayi. “Zaskiaaaa, sini nak !”, teriak Sang Kiayi.

Bagimana Kisah selanjutnya ?
Apa yang terjadi dipertemuan itu ?

To be Continued ^_^

0 komentar:

Posting Komentar